- Posted on
- No Comments
- 2161 Views
Pembukaan Ma’had Syaraful Haramain IV, Bandung
Hari Ahad, 14 Agustus 2016, secara resmi telah dibuka Ma’had Syaraful Haramain IV, Bandung. Tepatnya, di Komplek Wakaf Ansharullah, Jl. Mengger Hilir, Sukapura-Dayeuh Kolot, Bandung. Wakaf dari keluarga Ustadz H Salam, Ustadz. H Dani dan Ustadzah Hj. Rita ini hari-hari biasa digunakan untuk HSG Khairu Ummah, maka dengan berjalannnya Ma’had di sana, pada Sabtu dan Ahad komplek ini pun ramai dengan orang dewasa untuk menimba ilmu. Jika hari-hari biasa yang belajar adalah anak-anak, maka giliran Sabtu dan Ahad, yang belajar adalah orang-orang dewasa.
Sejak pukul 08.00 WIB, mahasantri pun sudah berdatangan. Persis pukul 09.30 WIB acara pun dimulai. Tidak kurang dari 50 orang, ikhwan dan akhwat, dari berbagai daerah di Kota dan Kabupaten Bandung dan Cimahi mendatangi Haflah Iftitah, Ma’had Syaraful Haramain IV, Bandung, yang diisi Taujih dan Taushiyyah dari Mudir Am, Ma’had Syaraful Haramain Pusat, KH Hafidz Abdurrahman, MA.
Meski dengan kemasan acara yang sederhana, Haflah Iftitah, Ma’had Syaraful Haramain IV, Bandung ini berlangsung dengan khidmat. Dimulai dengan pembukaan oleh MC, dilanjutkan dengan Tilawah al-Qur’an, dan sambutan. Dalam sambutannya, Ust. Umar Fadilah, MM, selaku Mudir (Direktur) Ma’had Syaraful Haramain IV, Bandung menyampaikan latar belakang pendirian Ma’had Syaraful Haramain IV, Bandung, yaitu untuk ikut berkontribusi dalam penyiapan calon ulama umat yang memiliki kemampuan tsaqafah Islam yang handal, disertai kesadaran politik yang tinggi.
Beliau juga menjelaskan, bahwa Ma’had Syaraful Haramain mempunyai dua program, yaitu Program I’dad Lughawi, yang bertujuan menyiapkan kemampuan berbahasa, mulai dari membaca, menerjemah, mendengar dan menulis dalam bahasa Arab. Setelah itu, mahasantri yang lulus dari Program I’dad, bisa melanjutkan ke Program Dirasah Islamiyyah selama 2 tahun. Dengan bekal bahasa Arab yang memadai, mereka digembleng menjadi calon ulama’ yang kredibel. Mereka akan dibekali materi-materi, seperti bahasa Arab, Ushul Fiqh, Ushul Hadits, Tafsir, Sirah Nabawiyah, Tafkir, Syakhsiyyah, dll selama 2 tahun 4 bulan.
Selanjutnya, Haflah Iftitah diisi dengan Taujih dan Taushiyyah oleh KH Hafidz Abdurrahman, MA. Beliau menyampaikan pentingnya mempelajari bahasa Arab dan penguasaan tsaqafah Islam untuk menyongsong masa depan Islam. Dengan perkembangan dunia saat ini, kembalinya Islam merupakan keniscayaan zaman yang tidak bisa dielakkan oleh siapapun. Karena ini merupakan Skenario Allah SWT. Maka, dibutuhkan kesadaran, kesiapan dan persiapan untuk menyongsong masa depan Era Keemasan Islam.
Maka, menurut beliau, ketika Islam menjadi peradaban dunia, maka bahasa Arab akan kembali menjadi bahasa resmi, bahasa ibu umat Islam, sebagaimana dulu Amerika pernah dipaksa Khilafah Utsmani menandatangani perjanjian dengan bahasa Arab. Karena itu, ketika Khilafah tegak kembali, yang insya Allah tidak lama lagi, bahasa Arab akan menjadi bahasa pengantar dan bahasa Internasional.
Selain itu, bahasa Arab juga merupakan prasyarat utama untuk beribadah, dan memahami al-Qur’an dan mengamalkannya. Shalat kita tidak akan diterima, kata beliau, mengutip hadits riwayat Imam Ahmad, jika tidak mengerti isinya. Padahal, shalat ini merupakan amalan utama di hadapan Allah. Kuncinya, harus menguasai bahasa Arab. Begitu juga, dalam menghadapi hidup, obat galau adalah dengan membaca dan memahami al-Qur’an. Namun, al-Qur’an tidak bisa menjadi obat, jika tidak dimengerti isinya. Kuncinya, lagi-lagi dengan menguasai bahasa Arab. Jadi, menguasai bahasa Arab adalah kebutuhan kita, umat dan titah Allah SWT.
Beliau juga prihatin, dengan munculnya orang-orang alim yang lapar, orang-orang alim yang ilmunya banyak, tetapi fajir. Karena itu, mereka tidak malu menjual fatwa dan memutar baliknya ajaran Islam. Di sisi lain, muncul orang-orang alim, yang mempunyai kesadaran dakwah, tetapi tidak mempunyai kesadaran politik. Karena itu, isi ceramahnya di tengah-tengah umat bukan menyatukan, malah memecahbelah. Membangkitkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu, sehingga menyibukkan umat dengan perkara-perkara furu’. Semuanya ini menuntut tanggungjawab untuk melahirkan ulama’ yang berilmu luas, mempunyai kesadaran dakwah, sekaligus politik, sehingga bisa mempersatukan umat.
Itulah yang menjadi alasan beliau bersama para ulama’ mendirikan Ma’had Syaraful Haramain. Harapannya, dengan didirikannya Ma’had Syaraful Haramain, khususnya Ma’had Syaraful Haramain IV di Bandung, akan banyak ulama-ulama kridel yang menjadi pelita di tengah-tengah umat.
Setelah itu, Haflah Iftitah dilanjutkan dengan Open Session, yang diisi tanya jawab. Selain pertanyaan normatif, juga pengalaman belajar di Ma’had, agar tidak berbenturan dengan kegiatan kuliah. Bahkan, ada mahasantri yang sengaja mengambil cuti kuliah untuk mengikuti Program Ma’had. Secara umum, mahasantri dan hadirin yang mengikuti Haflah Iftitah itu pun menyambut dengan antusias. Tepat, pukul 12.oo WIB, acara ditutup dengan doa oleh KH Hafidz Abdurrahman. [LE/HA]