Malam itu, Ahad, 13 Juni 2021, selepas Maghrib meski hujan rintik-rintik menyelimuti Ma’had Wakaf Syaraful Haramain, sejak sore, bahkan sempat hujan lebat saat shalat Maghrib, seperti biasa santri dan seluruh asatidz shalat berjamaah, dilanjutkan dengan wirid, dan dzikir petang hingga menjelang waktu Isya’. Tak lama setelah itu, waktu Isya’ pun tiba, mereka langsung menunaikan shalat Isya’ berjamaah.
Setelah selesai shalat Isya’ dan dzikir, semua bersiap menyambut kedatangan Syaikh al-Azhar, yang malam itu, sebelum pukul 20.00 WIB dijadwalkan tiba di Ma’had. Alhamdulillah, beliau tiba tepat waktu, didampingi oleh Kepala Program Kulliyatu al-Aimmah wa al-Huffadz, sekaligus Wakil Mudir, Ustadz Ade Sudiana, Lc, dan Kabag Kerumahtanggaan, Ustadz Abdurrahman Hamim, S.Ag. Sebelum naik ke Aula, lantai 3, beliau dijamu oleh Mudir Ma’had, untuk makan malam.
Begitu naik di Aula, para santri telah siap menyambut beliau sambil berdiri, dengan melantunkan Shalawat Badar, diiringi oleh Marawis dari Jam’iyyah al-Funun MSH. Acara dimulai, dengan MC, Ananda Mush’ab bin Ja’far, santri asal Malang, yang membawakan acara dalam bahasa Arab Fushhah, dan penerjemah, Ananda Fauzan dari Bontang. Dibuka dengan tilawah al-Qur’an, yang dibawakan oleh Ananda Umar al-Faruq, santri asal Jakarta.
Setelah itu, dilanjutkan dengan sambutan Haflah Takrim oleh Mudir Ma’had, yang disampaikan dalam bahasa Arab. Beliau menyampaikan terima kasih kepada Syaikh, Walisantri, Wakif, Muhsinin, santri dan seluruh staf, doa terbaik, dan Kalimah Tarhib, Syukur dan Penghormatan yang luar biasa kepada Syaikh Ahmad Isham at-Tamadi, yang telah membidani lahirnya pesantren ini untuk melahirkan generasi baru, yang bersyakhsiyah Islam yang kuat, dengan tsaqafah yang luas, akhlak dan adab yang luhur, dengan skill kepemimpinan untuk memimpin umat terbaik ini.
Acara inti adalah Taujih dari Syaikh al-Azhar, dengan judul, “Peranan al-Azhar as-Syarif dalam Ulum al-Qur’an dan Kajian al-Qur’an”.
Pertama, sebelum menyampaikan materi, beliau menyampaikan salam dari para Masyayikh al-Azhar kepada seluruh keluarga besar Ma’had Wakaf Syaraful Haramain. Kedua, beliau juga menyampaikan kekagumannya akan kemampuan santri, yang dzauq dan lahjah lughawiyah-nya sudah terbentuk dan bagus. Meski kemampuan bahasanya belum sempurna, tetapi ini akan menjadi pondasi dan motivasi untuk menuju kesempurnaan. Ketiga, beliau juga mengapresiasi komitmen dan kesungguhan pengurus MSH yang telah melaksanakan arahan Bi’tsah Azhariyah [utusan al-Azhar], sejak saat beliau masih menjadi utusan resmi al-Azhar di Indonesia, hingga sekarang, agar fokus pada tingkat dasar pada al-Qur’an dan Bahasa Arab. Hasilnya seperti yang kita lihat saat ini. Keempat, beliau juga mengapresiasi kesungguhan Ma’had untuk mencetak SDM yang berkualitas, dengan menyelenggarakan Program Pembinaan para Asatidz yang dilalukan sejak persiapan hingga saat ini, yang dibina langsung oleh para Masyayikh al-Azhar, dengan Muqarrar al-Azhar. Sesuatu, yang menurut beliau, tidak dilakukan oleh pesantren lain. Ini menunjukkan ketulusan, kesungguhan dan komitmen Ma’had.
Beliau menyampaikan, insya Allah, ke depan lulusan Ma’had bisa langsung melanjutkan ke al-Azhar, karena ijazahnya mendapatkan Mu’adalah [Akreditasi] dari al-Azhar. Beliau juga berharap, ke depan bisa membawa Dekan Fakultas Ushuluddin Jami’ah al-Azhar ke Ma’had, agar hubungan Ma’had dengan al-Azhar semakin dekat dan erat.
Beliau bercerita, bagaimana peranan al-Azhar dalam Ulum al-Qur’an dan Kajian al-Qur’an. Pertama, al-Azhar hanya mengakui lulusannya sebagai Azhari, jika benar-benar hapal al-Qur’an di luar kepala, atau Mutqin. Kedua, di tingkat dasar, mereka yang masuk Ma’had al-Azhar harus hapal 30 juz. Itu sebagai syarat, bukan usia. Karena itu, ada yang usia 5 tahun sudah hapal 30 juz, dan diterima masuk tingkat dasar. Ketiga, setelah mereka masuk di sana, mereka belajar Qira’at, mulai dari Tuhfah, al-Jazari, Syathibi, yang agak ringkas, hingga kitab at-Thayibah, yang merangkum semua Qira’at Asyrah, dengan berbagai metodenya, mulai dari Qashr dan Jama’, yang kemudian disebut Qira’at Kubra.
Beliau sendiri sudah menghabiskan waktu 15 tahun, menekuni al-Qur’an, Ulum al-Qur’an dengan berbagai Qira’atnya. Meski, kata beliau, masih mereka kurang. Kakak beliau, Syaikh Dr. Nashruddin Isham at-Tamadi, lebih lama lagi. Beliau juga sama-sama ikut membina Ma’had Wakaf Syaraful Haramain, sejak awal. Beliau memberi motivasi kepada para santri, jika beliau dulu belajar dari kampungnya harus jalan kaki, kadang naik kendaraan umum, kalau tidak ada, terpaksa numpang traktor, sesuatu yang berbahaya bagi anak-anak, tetapi semua beliau lakukan demi thalab al-Ilmi. Berangkat pagi, pulang sampai ke rumah malam. Mesir memang tidak seperti Indonesia, apalagi kalau di daerah, tidak ada angkutan umum hingga sampai ke pelosok. Karena itu, beliau sampaikan, “Kalian di sini sudah enak, tinggal belajar serius, karena semua asatidz dan masyayikh sudah datang. Kalian tidak perlu pergi ke mana-mana.”
Memang benar, belajar tidak ada akhirnya, seperti kata guru saya, Prof. Dr. KH Sa’id Agil al-Munawwar, MA, menukil penjelasan para ulama’ Ulum al-Qur’an, cabang ilmu ini memang luar biasa, bisa mencapai 80 cabang lebih. Untuk menekuni satu cabang saja, umur kita habis, dan ilmunya belum habis. Subhanallah. [HAR]