Mentalitas Pembelajar
Hari itu ia sakit. Tapi kerinduannya untuk berkumpul bersama sahabat-sahabatnya tak tertahankan. Hari itu ia tidak sehat. Tapi ia tak mau ada satu hari pun tertinggal untuk mendapat pengetahuan baru.
Ibunya mengirim pesan ke mudarris (pengajar) meminta izin agar ananda tetap diizinkan bergabung di zoom, walau kamera dimatikan. Kami pun mengizinkan. Karena memang kami tahu, bahwa ia anak yang disiplin dan taat pada guru. Semua tata tertib dan dan panduan serta adab belajar selalu ia ikuti. Termasuk menyalakan kamera selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung.
Ia anak yang amanah. Tak ada gerak geriknya selama belajar, kecuali menyampaikan izin terlebih dahulu ke mudarris. “Ustadz izin ke belakang”, “Ustadz, izin ini, Ustadz izin itu”. Jika lama belajar secara online itu 1 jam, maka 1 jam itu pula ia tetap menyalakan kamera, dan selama 1 jam itu pula ia duduk manis di depan meja belajarnya. Tak sedikitpun terlalaikan oleh hal lain di luar urusan belajar.
Dalam pelajaran bahasa Arab, jika ada pelajara yang terlewat, walau hanya 1 kata, ia segera bertanya “Ustadz, maa ma’na hadza wa hadza….?” (Ustadz, apa artinya ini dan ini).
Allah telah percayakan padanya 30 Juz Alquran. Alhamdulillah. Sikap dan adabnya sebagai santri benar-benar memperlihatkan kesiapan untuk mengemban amanah 30 Juz Alquran yang dititipkan padanya.
Ia tak pilah pilih situasi dan sarana belajar. Masa pandemi, Ma’had memutuskan untuk belajar jarak jauh. Namun hal itu tak sedikitpun mengurangi kedisiplinannya mengikuti setiap protokol belajar jarak jauh.
Ma’had memang menerapkan protokol dan disiplin yang ketat selama KBM Online. Semata-mata agar semua santri tetap merasakan aura belajar selama berada di rumah. Bahkan ibadah, tilawah Alquran, birrul walidayn (bakti pada orang tua) pun dikontrol secara harian. Mereka bukan anak-anak kami. Tapi kami menyayangi sebagaimana menyayangi putra-putri sendiri. Karena kami yang faqir ini berharap, ikut ‘mencicipi’ aliran pahala dari mereka kelak ketika mereka dewasa kelak.
Hari itu, ia sakit. Tapi ia tetap berjuang untuk hadir, demi dapat bertemu sahabat-sahabatnya sesama penuntut ilmu, demi dapat melepas dahaganya akan ilmu.
Namanya, seperti salah seorang sahabat utama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hudzaifah. Di dirinya telah tumbuh mentalitas pembelajar. Ini tentu berawal dari keluarga yang tak kenal lelah mengkondisikan sejak lama. Ma’had hanya memfasilitasi untuk semakin melejitkan potensinya.
Semoga semangatnya, spiritnya, dan keistiqomahannya, terus terjaga serta menularkan inspirasi positif kepada sahabat santri lainnya. Hingga tiba masa masuk pondok kembali. Amin